“Hina Tanpa Noda”

jalan panjang tanpa tepi tak ber asa
langkah ronta tersambut air mata sang awan
merasuk lenyap ke jiwa
hanya butiran dingin itu yang mau dekat
lebih dekat dengan kami
 
sorot mata penuh nista terpaku lekat badan ini
terpinggirkan takdir hambar penuh liku
bertahan mengendap rasa malu yang kami tak perbuat
sakit tak ingin buat sungguh
hina pun tak inginkan jua
 
kami hanya ingin ada di antara kalian
sambutlah kami yang hina namun tanpa noda
sekedar senyum kecil memperbincangkan soal kehidupan
tentang masa depan tanpa sekat sosial
 
by : Ulis

Airmata Ibu – Siti Nurhaliza

Apakah sebenarnya
Terbuku dikalbumu
Apakah erti linang airmata di pipimu

Ucapkanlah padaku
Tak bisa kurungkainya
Rahsia yang kau pendam itu

Aku hanya menduga
Tidak mampu merasa
Sebenar-benar perasaanmu

Pengorbanan yang kau lakukan
Untuk dewasakan ku
Pengorbanan yang kau lakukan
Untuk dewasakanku
Hanya bisa ditangguing oleh hati ibu

Namun kupercaya
Takkan terlerai kasih
Ikatan ini takkan putus

Telah kau telan lara
Dan terima segala
Dugaan dan badai yang melanda…
Duhai ibu

“Hening”

talk3

16 Maret 2013

By : Liliztt

::. hening..
dentingan jam mendominasi memagut malam.
irama anonim mengalun dalam sebuah ruang.
menelanjangi sukma, merengkuh dimensi berbeda.

aku ingin keluar lari dari zona imajiku.
namun catatan hati masih tetap sama.
sampai kapan kau bungkam seribu makna.
aku disini sesak bersama ketidakpastian.
aku ingin lupa punya rasa.
aku ingin lupa menyimpan rasa.
aku ingin lupa wujudkan rasa.
mengering sudah tersuling angin jelaga.
tinggal sebenih yang tersisa.
juga tak lagi ku berharap lebih.
melekat tepat sentuh intuisimu.
mungkin takkan sesal mendalam.
lebih dalam bahkan.::

“Symphoni”

Minggu, 10 Maret 2013

04.30 a.m

By: Ulis

Suara adzan mulai bersahut pada terdengar, aku bangun dari mimpiku dan bersegera menunaikan kewajibanku pada sang pemberi nafas. Seperti biasa, ini masih nuansa weekend, biasanya aku luangkan untuk berolahraga di pagi hari. Setelah salat subuh aku lanjutkan sebentar mendengar musik sembari menunggu matahari bangun dari peraduannya. Jarum sampai di angka 5, fajar mulai menyingsing, dinding langit mulai berselimut garis merah jingga masih nampak juga entah bulan atau planet venus masih terlihat cahayanya sisa semalam mengucur di atas serambi rumahku. Aku turun ke bawah lalu ke kamar mandi segera membasuh muka dan gosok gigi, lalu ganti baju dengan baju sport, celana training dengan atasan baju waktu kampanye hari aids taun lalu bersablon “Lindungi perempuan dan anak dari bahaya HIV&AIDS”hehe itung-itung olahraga sambil beriklan. Ku tengok ke rak sepatu kok gak ada sepatuku yang biasa ku pakai ternyata masih tertinggal di atas hehe.Nah ini dia yang gak boleh ketinggalan kalau lari pagi sendirian, taarraa “headset” benda wajib buat teman perjalananku. Maklumlah gak ada teman lari pagi, jam segini temanku masih asik dengan bantalnya. Ku tolakkan tubuhku menuju ke tempat yang masih asri di sekitar kampungku “ Symphoni”.

Setapak demi tapak kurasakan betul kebebasanku dan mensyukuri betul masih bisa ku rasa oksigen segar menyusuri tiap pembuluh darahku ku hirup dalam-dalam mengalir berputar di otakku pula. Ku rentangkan tanganku samping kanan ke teh-tehan dan embun menyalamiku dengan lembut begitu natural, bau tanah sisa hujan semalam juga terasa hangat aku suka bau itu, seperti ada senyawa yang terangkat ke atas bumi. Sampailah kini di jembatan pembatas kampungku dengan kampung seberang. Nuansa artistic terlihat dari balik jaring besi yang terbilik di jembatan. Langit masih sama menjingga, matahari terlihat samar malu-malu menyingsing sedangkan di bawahnya mobil pada lalu lalang. Sepertinya tidak hanya aku saja yang menikmati alam ini, burung-burung juga pada berkoloni melanjut pada perburuannya. Aku bersyukur sekali masih kebagian udara segar di tengah hiruk pikuknya kota Semarang. Dulu jembatan ini juga masih rimbun hijau kata tetanggaku tapi kini berubah jadi lintas tol, yah begitulah modernisasi.

Ku susuri terus melangkah, melewati lorong jeruji besi ini, masih ku ingat betul ternyata jalan yang ku tempuh dulu mengudi ilmu di “17 Junior High School Semarang” cukup menguras tenaga juga ya tapi aku gak pernah merasa lelahnya setidaknya aku malah merasa beruntung dapat menghirup udara segar dari langkahku menuju tempat ilmu itu 3 tahun lamanya.

Sampai juga aku di depan gerbang sekolahku dulu, warna cat masjidnya juga masih sama, tapi gerbangnya kini hanya dibuat 1 gerbang utama saja berada di jalan tanjakan, masih juga hijau halamannya, di depan terlabel “Go Green”. Jalan tanjakan ini menjadi akhir penghujung area sekolahku sampailah pada persimpangan asri yang sering disebut “Symphoni”.

Aku duduk sejenak di bundaran yang tengahnya ada taman, hoft lelahnya entah berapa.kalori yang terbakar sampai-sampai air asin mengucur menembus pori. Ku pandangi di depanku menghijau, di bawah sana terlihat bukit rumput tertata rapi biasanya di pakai bermain golf. Tengok kanan kiri sudah mulai ramai rupanya, beberapa pasangan orang tua, anak kecil pada tertawa kecil, tapi sayangnya muda-mudi sudah jarang yang lari pagi, di antara dari mereka malah membawa motor, malahan orang tua paruh baya yang sadar akan pentingnya kesehatan. Tiba-tiba melintas di depanku bapak-bapak masih seumuran bapakku mungkin tapi lebih gagah dia karna wajah dan tubuhnya seperti blasteran orang India. Tak terhitung sudah berapa kali aku berpapasan dengannya tiap kali kesini. Masih tetap sama pandangannya ke aku begitu tajam seperti ingin berkata sesuatu tapi hanya diam senyum kecil tanpa sapaan. Kemudian dia tersenyum kecil aku pun membalasnya, entahlah mungkin sekedar feelingku saja tatapannya begitu dalam. Aku berdiri di tepian bundaran sambil melakukan gerakan olahraga kecil pemanasan. Sinar matahari kini mulai merata terpancaran mengisi ruang sampai tepian, motor-motor sudah lalu lalang waktunya kembali pulang , di benakku sudah ada susu coklat dan donat keju  hehe ^.^

@Symphony

Sinopsis “Gadis Pantai”

Gadis Pantai (Pramoedya Ananta Toer)

Di sebuah kampung nelayan yang jauh dari keramaian, hiduplah sebuah keluarga miskin yang kehidupannya menggantungkan dari laut. Mereka memiliki seorang anak gadis yang usianya baru berusia empat belas tahun. Usia yang belum cukup untuk mengarungi bahtera rumah tangga. Pada usai yang sedini ini dia sudah dinikahkan dengan seorang Bendoro dari kota yang diwakili oleh sebilah keris. Perkawinan mereka hanya disaksikan oleh ketua kampung yang sekaligus sebagai perwakilan dari kota. Setelah pernikahan dilangsungkan, Gadis Pantai itulah nama anak nelayan miskin itu langsung diboyong ke kota, ke tempat keluarga Bendoro tinggal. Kehidupan yang jauh berbeda dengan keadaan sewaktu di tempatnya sendiri membuat Gadis Pantai merasa dirinya dalam sebuah kerangkeng yang serba terbatas. Disekelilingnya tak ada yang pernah tersenyum dengannya, semuanya begitu kaku, hanya seorang pelayan tualah yang menjadi teman bicara dan teman bertanya dikala sedang merasa kesepian di kamarnya. Tiga bulan telah berlalu Gadis Pantai kini telah menjadi istri seorang Bendoro. Nama sebutannya pun sudah bukan Gadis Pantai lagi, melainkan Mas Nganten. Dalam waktu yang tiga bulan, Mas Nganten semakin tidak mengenal dirinya sendiri. Dengan perubahan-perubahan yang ada pada dirinya. Ini semua berkat bantuan pelayan tua yang senantiasa membingbing dan mengarahkan Gadis Pantai. Kehidupan yang serba terikat dalam gedung yang besar membuat Gadis Pantai merasa rindu akan kampung halamannya. Dia ingin pulang kembali ke kampungnya. Tapi apa mau dikata pelayan tualah yang selalu memuluhkan hatinya agar tidak kembali ke kampungnya sendiri. Setahun berlalu Gadis Pantai semakin dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang memaksanya harus begitu rupa. Tidak ada kejadian yang merasa dirinya atau keluarga Bendoro terganggu. Hal ini karena masing-masing memiliki tugas dan kewajiban berbeda, serta martabat yang berbeda. Namun pada suatu ketika Gadis Pantai kehilangan dompet tempat uang belanjaan dapurnya. Uang itu untuk menghidupi seisi gedung. Gadis Pantai menjadi risih harus bagaimana dia mengadukan pada Bendoro. Sedangkan yang dicurigainya adalah masih kerabat Bendoro sendiri, setelah ditanyai dia tidak mengaku, malahan temannya yang lain ikut membelanya dan sebaliknya menghina pada Gadis Pantai. Namun pelayan tua yang menemani Gadis Pantai mengadukannya pada Bendoro. Bendoro menjadi murka setelah tahu pencuri dompet istrinya adalah kerabatnya, dia langsung mengusirnya dari gedung itu bersama dengan pelayan tua yang mengadukannya. Hal ini membuat Gadis Pantai merasa terpukul karena dia tidak memiliki lagi teman untuk mencurahkan perasaanya. Kepergian pelayan tua tidak membuat gusar Bendoro, karena pada waktu itu juga dia dapat menggantikan pelayan tua dengan seorang pelayan yang masih muda, Mardinah namanya pelayan itu. Dia masih kerabatnya Bendoro sewaktu ditanya oleh Gadis Pantai. Kadatangan Mardinah ke rumah itu sepertinya memiliki niat lain. Dia datang tidak hanya sebagai pelayan, tetapi ingin menghancurkan rumah tangga Gadis Pantai. Hal ini membuat Gadis Pantai ingin pulang ke kampungnya, dan Bendoro pun tidak merasa keberatan . Kepulangannya ke kampungnya harus diantar oleh pelayan barunya itu, yakni Mardinah. (Bagian 1) Gadis Pantai tidak pulang kembali bersama Mardinah ke kota, Gadis Pantai tinggal beberapa hari di kampungnya. Mardinah disuruhnya pulang terlebih dahulu bersama kusir yang mengantarnya sewaktu mereka datang. Selama di kampung Gadis Pantai tidak merasa seperti dulu. Semua orang memandangnya lain. Setiap orang yang dilihatnya langsung menundukkan wajahnya. Hal ini membuat Gadis Pantai merasa seperti dirinya asing bagi kampungnya sendiri. Bapaknya pun berlaku seperti orang lain, mereka seakan-akan baru bertemu dengan seorang pembesar. Setelah empat hari tinggal di kampung, datanglah rombongan Mardinah yang akan menjemput Gadis Pantai dengan disertai empat orang pengawal. Nereka memaksa Gadis Pantai untuk segera pulang ke kota ditunggu oleh Bendoro. Sedangkan surat yang diberikan oleh Bendoro tidak diberikannya pada Gadis Pantai ataupun bapaknya sendiri. Hal ini membuat Bapaknya Gadis Pantai merasa curiga. Dugaan ini ternyata benar, dan Bapak mencari akal untuk membuktikannya, serta menyelamatkan anaknya yang ada dalam bahaya. Akhirnya rahasia Mardinah terbuka, setelah taktik dijalankan. Mardinah mengaku disuruh Bendoro dari Demak untuk membunuh Gadis Pantai di perjalanan dengan diberi upah yang cukup besar. Mardinah mendapat hukuman dari warga untuk kawin dengan lelaki yang paling malas di kampung itu, yang bernama si Dul Pendongeng. Mardinah dapat menerimanya dengan lapang dada. (Bagian 2) Sepulang dari kampung Gadis Pantai merasa dirinya sedang mengandung. Hal ini langsung dibuktikan oleh paraji Bendoro sendiri. Bendoro pun tidak banyak omong tentang kepulangannya dari kampung. Tidak banyak ditanyakan oleh Bendoro. Hal ini membuat Gadis Pantai merasa tenang untuk mnyelamatkan kampung orang tuanya, yang telah membuat hilangnya pengawal Mardinah. Kandungannya menginjak waktu ke sembilan, saat itu Gadis Pantai sudah tidak sabar lagi ingin segera memiliki seorang anak, hal inipun sangat ditunggu-tunggu oleh bapaknya sendiri di kampung. Saat melahirkannya pun kini telah tiba. Kelahiran Gadis Pantai dibantu oleh seorang dukun beranak kepercayaan Bendoro. Gadis Pantai melahirkan seorang anak perempuan yang mungil seperti ibunya sendiri. Namun bagi kalangan priyayi anak perempuan kurang diharapkan. Hal ini kelihatan dari setelah melahirkan Bendoro tidak mau melihat keadaannya sehabis melahirkan. Apakah dia sehat atau tidak. Tidak pedulinya Bendoro dikarenakan anak yang baru dilahirkannya seorang perempuan. Tiga bulan setelah dilahirkan Bapak datang menjenguk Gadis Pantai secara tidak sengaja. Bapak dipanggil oleh Bendoro untuk menghadap. Namun setelah menghadap wajah Bapak tidak bahagia, Bapak murung tidak seperti biasanya. Kemudian Bapak menyuruh Gadis Pantai untuk segera membereskan pakaiannya untuk dimasukkan ke dalam wadah. Gadis Pantai merasa kebingungan Bapak mengajaknya pulang. Namun, Bapak menjelaskan pada Gadis Pantai bahwa Bendoro telah menceraikannya, dan Gadis Pantai harus segera pulang dengan bapaknya. Gadis Pantai merasa terkejut, tapi apalah daya seorang sahaya seperti dia hanya menurut kehendak Bendoro. (Bagian 3) Walaupun dengan perasaan berat Gadis Pantai meninggalkan kesemuanya yang dimilikinya pada waktu digedung bersama Bendoro termasuk anak gadisnya yang baru tiga bulan dia lahirkan. Dalam perjalanan pulang Gadis Pantai yang sudah berubah menjadi Mas Nganten enggan untuk pulang ke kampung halamannya. Perasaan malu menghantui dirinya. Meskipun bapaknya tetap memaksanya untuk pulang ke rumahnya. (Bagian 4) Analisis Novel Gadis Pantai Berdasarkan hasil analisis maka penulis simpulkan bahwa novel Gadis Pantai memiliki bahasa yang baik dan komunikatif, kalimatnya oendek-pendek sehingga memudahkan untuk memahami isi cerita yang disajikannya. Penggunaan gaya bahasa dilihat dari nonbahasa, pengarang mengarah pada medium, yakni acuannya pada situasi sosial pemakainya. Gaya bahasa yang dipakai dalam novel Gadis Pantai yang mengacu pada struktur kalimat adalah gaya bahasa sebagai berikut : Klimaks Antiklimaks, dan Paralelisme Kemudian gaya bahasa yang mengacu pada langsung tidaknya makna pada novel tersebut adalah : Eufemisme, Pleonasme, Metafora, Personifikasi, Antitesis, Asonansi, dan Epitet. Berdasarkan analisis kesesuaian bahan ajar, novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer dapat dijadikan sebagai bahan ajar apresiasi sastra di SMU. Hal ini dapat ditinjau dari segi : Aspek Bahasa Novel Gadis Pantai banyak terdapat kosa kata yang terinterferensi oleh bahasa daerah, sehingga dalam penyusunan kalimatnya pun banyak terpengaruh oleh bahasa daerah tersebut. Namun masih mempertimbangkan situasi dan pengertian isi wacana, sehingga tidak menyimpang dari referensi yang ada. Aspek Kematangan Jiwa Novel ini memberikan pelajaran berharga bagi siswa agar dapat memecahkan berbagai fenomena kehidupan dengan kematangan jiwa dan pemikiran secara rasional. Aspek Latar Belakang Latar belakang budaya dalam novel ini tidak memiliki kaitan langsung dan erat dengan sisi kehidupan siswa. Meskipun demikian latar belakang budaya pada novel ini tercatat sebagai sejarah latar belakang budaya bangsa Indonesia. Novel Gadis Pantai karya Pramoedya Ananta Toer ini juga banyak memberikan nilai sosial, nilai moral, dan nilai agama bagi khidupan kita.

Teladan dari Semut

semut

Semua orang merasa kesal bila tergigit binatang kecil ini. Binatang dalam kategori serangga yang dalam bahasa Latin bernama “formica” memang terlihat begitu menjengkelkan. Dan tentunya yang terlintas di benak kita langsung membunuhnya sebelum terkena gigitannya yang gatal.

 Tapi tahukah kita, ada banyak teladan yang bisa kita dapatkan dari binatang penggemar makanan manis ini??

 Inilah beberapa keistimewaan semut menurut kaca benggala saya ^.^ hehe kayak mak lampir aja ulis nie.. cuss cint :

 1)        Saling menyapa (tidak sombong)

Saat saya amati dari tembok kantor saya, ada rombongan barisan semut dari arah utara dan selatan pada akhirnya kedua rombongan itu saling bersinggungan, mereka saling merapat, bersalaman mungkin, jika saya lihat melalui mikroskop mungkin sedikit lebih jelas apa yang mereka lakukan dengan saling merapat. Dan tak pernah satupun di antara mereka melewatkan sapaan/ menyombongkan diri dari rombongan yang lain padahal mereka juga belum saling mengenal.

Saya rasa seperti fenomena yang berbanding terbalik di dunia manusia ya hehepiz (^_^)v Jangankan untuk menyapa yang belum sama sekali kenal, yang sudah kenal pun masih sulit rasanya untuk bertegur sapa entah hanya sekedar melempar senyum kecil toh senyum juga ibadah kan hehe J

2)       Giat bekerja

Semut tidak pernah terlihat lelah dan malas. Mereka mengumpulkan makanan, mengeringkan butir gandum di musim panas agar tidak kekurangan makanan saat musim dingin datang, seperti dalam cerita-cerita dongeng begitulah sosok semut digambarkan. Dalam AL-Qur’an, Surah Al-Insyirah (ayat 7) “Kemudian apabila engkau telah selesai (daripada suatu urusan), maka bersungguh-sungguhlah engkau (mengerjakan urusan yang lain)” Allah S.W.T telah memerintahkan kepada manusia untuk tidak bersifat malas.

3)       Gotong royong

Saat saya amati ada seekor semut menemukan sebutir nasi, tiba-tiba ada segeromobolan semut lain datang untuk membantu mengangkatnya dan memindahkan ke sarang. Sungguh teladan yang baik dalam diri semut ya teman-teman. Manusia saja masih enggan untuk bersosial, apalagi di lingkungan perkotaan yang mayoritas penghuninya individualis, terkalahkan oleh mobilitas yang ada.

 4)       Kuat

Tidak perlu diragukan lagi untuk hal yang satu ini. Menurut penelitian, semut mampu mengangkat beban yang beratnya 50 kali/lebih dari berat badannya. Hebat bukan ?? kalau gitu bisa saingan sama bang “Ade Rai” dong mut :p hehe

 5)       Patuh pada pimpinan

Di dunia semut juga terdapat kasta, ada semut pekerja dan ada ratu semut. Saat sinyal sang ratu menyala pertanda bahwa disitu ada sumber makanan, maka dengan sigap semut pekerja langsung mengikuti instruksinya. Mereka percaya sepenuhnya terhadap komando sang ratu.

 6)       Rasa peduli yang tinggi

Menurut penelitian, ratu semut bertanggung jawab untuk menyelamatkan pasukannya dengan memerintahkan semut lainnya untuk masuk ke dalam sarang mereka masing-masing. Hal ini membuktikan bahwa semut memiliki rasa sosial dan peduli yang tinggi. Sang ratu tidak menyelamatkan diri sendiri, tapi juga mengajak rakyat-rakyatnya.

 7)       Gesit

Sejauh ini saya belum pernah menjumpai semut yang berjalan lambat hehe. Bandingkan saja dengan hewan lipan dengan julukannya hewan kaki 1000 masih kalah dengan kegesitan semut kecil yang hanya memiliki 6 kaki.

 8)       Inisiatif

Bayangkan saja, gajah yang sebesar itu mampu terkalahkan oleh semut. Ketika masa kecil kita, sebelum permainan di mulai dengan “suit”, jempol perumpamaan gajah dan kelingking umpama “semut”. Saat jempol diadukan dengan kelingking, maka kelingkinglah yang menang. Mengapa demikian?? Memang berat badan semut tidak seberapa dengan kegagahan gajah, namun semut itu binatang yang cerdas. Gajah tidak bisa menginjak semut, lalu semut datang berpasukan menggelitik kaki gajah naik ke atas, menggigit tubuh gajah dan akhirnya gajah tersungkur kalah.

Masih banyak lagi deh teladan-teladan dari semut. Nah, gak mau di bilang kalah baik kan sama semut. Yuk kita bilang terima kasih sama semut, jangan di bunuh yaa ^.^ hehe

 <<<semoga bermanfaat>>>  by : Lees Sulistyawati

Istanaku redup

Istanaku redup

6 Februari 2013

11 p.m

By: Lilis

Malam panjang ini ku lewati bersama secangkir capucino. Harumnya yang khas paduan susu kental manis dan kopi semerbak menghela ke indra penciumku. Tak sabar ingin menikmati kehangatannya.

“Srupuuutttt” nikmatnya menyatu dengan dingin sang malam. Ku letakkan cangkir ini di meja dekat kasurku perlahan agar isinya tak tertumpah sia-sia. Ada benda yang tak asing ku lihat di samping cangkirku. Bola cahaya pemberian seseorang beberapa waktu silam. Di dalamnya terdapat miniature istana, kerlipan bintang dan sepasang ikan. Tinggal di beri sedikit energy lewat pukulan kedua tangan, maka nampaklah sempurna tampilannya dalam kondisi kamarku yang gelap karna lampu kamar ku matikan.

Namun sayang sudah, kini cahayanya mulai meredup tak seterang pertama kali orang itu berikan ke aku. Mungkin pertanda juga redupnya hubunganku dengan dia “pikirku”. Dulu kita pernah bermimpi saling merajut asa seperti sepasang ikan itu. Membangun istana, mengitari bintang bersama, saling menatap mata menyatukan rasa, aku adalah kamu dan kamu adalah aku. Tapi mimpi tinggalah mimpi saja, suatu saat bisa sadar dan terbangun. Kita semakin jauh meninggalkan simphony asa hingga akhirnya tak terlihat lagi menghilang… pudar… terpisahkan dinamika kehidupan. Suatu saat nanti akan kuterangkan lagi istanaku yang redup bersama jiwayang lain dan dalam ruang yang berbeda.. yah I hope it,, Tuhan sedang mengukirkan rencana terbaik untukku di atas sana J

 Malah jadi flashback hehe bisa galau lagi neh..

Tidur dulu ah.. eh capucino.nya masih hehe

“selamat malam” kau yang disana.. ^_^