Idealis vs Pragmatis

Image result for idealis pragmatis

Idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki pemuda, petikan quote dari Tan Malaka. Mengingatkan kembali pada nostalgia sejarah, bagaimana saat itu idealis berperan penting dalam mewujudkan kemerdekaan bangsa. Barisan pemuda bersikeras memerdekakan negeri dengan keringat sendiri bukan dari belas kasih negara lain.  Lantas di era globalisasi ini bagaimana peran idealisme? Masihkah dibutuhkan? Mungkin kata idealis ataupun pragmatis sudah tidak asing lagi terdengar di telinga kita. Idealis dapat diistilahkan sebagai arus putih atau kaum tercerahkan dan biasanya melekat di kalangan akademis. Mahasiswa yang membela rakyat tertindas karena kebijakan pemerintah, kemudian mereka turun ke jalan untuk berdemo, sikap mereka disebut idealis. Sedangkan pragmatis diumpamakan sebagai arus abu-abu, pemikiran mereka lebih bersikap praktis dan menargetkan untuk hidup enak ke arah material. Mahasiswa yang selama kuliahnya selalu lurus dan menargetkan IPK tinggi agar bisa bekerja di instansi nasional maupun asing biasanya disebut sebagai pragmatis.

Melihat dua keadaan yang kontras tersebut, apakah menjadi idealis itu baik? sedangkan pilihan pragmatis itu selalu buruk? Jawabannya tentulah tidak. Manusia yang benar-benar menjadi idealis sebenarnya hanyalah beberapa orang saja yang menjalankan, mereka yang dengan tulus membantu rakyat tertindas tanpa dibayar, anti pada penghambaan partai politik manapun, tentunya dengan rela mereka untuk hidup zuhud, tak jarang mereka yang idealis garis keras juga tidak mau memakai produk-produk asing. Kaum idealis membuka ruang diskusi bagi rakyat dengan pemerintah, pemikiran mereka untuk perjuangan rakyat perlu dibanggakan, akan tetapi bukankah seharusnya juga dipikirkan ke arah solusi, tidak hanya mendiskusikan permasalahan saja yang ujungnya diakhiri dengan berdemo. Negara ini tidak melarang demokrasi sejak enyahnya kepemimpinan Suharto, namun berdemo juga harus tau apa tujuannya bukan malah menciptakan anarkisme, menganggap kegagalan ini semua salah pemerintah, kebenaran mutlak pada diri sendiri Pemikiran itu terkadang terlihat childish, memang kegagalan sistem, pemerintah juga bersalah karena banyak yang terlibat korupsi, saya akui merupakan kesalahan fatal pemerintahan kita. Satu sisi pemuda juga harus mengkoreksi apa kita sudah berkontribusi bagi pembangunan negeri ini? apa yang dapat kita berikan kepada orang lain?  bukan untuk menggurui namun akan lebih arif kita berbenah bersama memajukan diri sendiri dan bangsa.

Kondisi saat ini dihadapkan pada era pembangunan, negeri ini membutuhkan pemuda yang tidak hanya idealis tetapi juga ikut serta dalam pembangunan. Jika semua pemuda menjadi idealis garis keras, tentu tidak akan ditemui pemuda kaya di negeri ini, alhasil negeri kita dikuasai asing, karena pemuda anti menjadi bagian pembangunan negerinya sendiri. Maka bekerja adalah tuntutan hidup demi keberlangsungan hidup diri sendiri maupun orang lain. Disini, saya bukan ingin berpihak idealis atau pragmatis, saya juga tidak serta merta mendukung paham pragmatis diaplikasikan seluruhnya. Saya juga membenci akibat dari pragmatis, di kota ini tidak saya temukan lagi udara segar akibat maraknya industri. Lebih miris lagi ketika pergi ke desa, lahan pertanian kita semakin sempit karna alih fungsi lahan.

Tidak heran, tuntutan keadaan ada kalanya mengubah manusia yang dulunya idealis menjadi pragmatis, atau bisa juga membuat manusia yang dulunya pragmatis menjadi sosok idealis. Idealis ataupun pragmatis hanya masalah klise bagaimana manusia menyesuaikannya dengan keadaan. Segala sesuatu yang berlebihan tidaklah baik, juga dalam hal idealis pragmatis ini, keduanya bisa berjalan secara harmonis dalam satu tubuh manusia. Manusia dalam hidupnya perlu survive, survive tidak hanya sekedar untuk dirinya sendiri namun outputnya dapat berguna bagi orang lain terutama rakyat tertindas. Tidak ada yang salah jika manusia bekerja dimanapun, asalkan dalam dirinya jangan sampai ada sikap individualis dan materialistis akut. Individualis akan melunturkan kepekaan sosial sehingga malah menggiring manusia selamanya menjadi pragmatis dan materialistis akan melupakan cita-cita hidup yang sesungguhnya berjalan ideal.

 

-Lees Sulistyawati