Keanekaragaman Bahasa

Tuhan menciptakan manusia dengan perbedaannya masing-masing. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia selain kedudukannya sebagai makhluk individu juga terlibat dalam kegiatan sosial yang tetap membutuhkan peranan orang lain untuk keberlangsungan kehidupan. Oleh karena itu, terciptalah “Bahasa” sebagai sarana berinteraksi, sehingga maksud dan tujuan dapat tersampaikan satu sama lain.

Layaknya manusia, bahasa hadir dalam varian yang berbeda-beda sesuai dengan situasi penggunaannya, yang sering disebut dengan istilah “Ragam Bahasa”. Ragam bahasa secara umum terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu ragam bahasa baku dan ragam bahasa tidak baku.

Di Indonesia, ragam bahasa tidak baku yang sedang berkembang dewasa ini tidak hanya meliputi bahasa gaul tetapi juga sudah ada sejak dulu bahasa-bahasa daerah atau sering disebut dialek. Dialek terbentuk dalam makna bahasa yang berbeda satu daerah dengan daerah lainnya. Misal: kata “Bagus kentir” dalam bahasa Bali diartikan “Tampan sekali”. Namun, apabila kata tersebut digunakan di Jawa, orang Jawa akan mengartikannya berbeda yaitu “Tampan gila”. Oleh karena itu, agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam mengartikan bahasa, pada tanggal 28 Oktober 1928 dalam butiran ketiga Sumpah Pemuda, ditetapkanlah bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional bangsa Indonesia.

“Berbahasa Indonesialah yang baik dan benar”, mungkin semboyan tersebut sudah sering kita dengar. Berbahasa Indonesia yang baik dan benar hakikatnya menggunakan ragam bahasa baku. Namun dalam implementasi kehidupan sehari-hari, masih sering terdapat kesalahan dalam berbahasa Indonesia baik secara lisan maupun tertulis. Faktor penyebab kesalahan tersebut tentunya tidak terlepas dari pengaruh dialek maupun bahasa asing yang masuk ke dalam bahasa Indonesia.

-Lees Sulistyawati